Sabtu, 05 November 2011

AGAMA ISLAM



BAB I
HIKMAH SHALAT

A.    Shalat
Shalat, merupakan perintah Allah yang sangat serius dalam segala urusannya. Mulai dari proses turun perintah akan-nya, peran-nya sebagai tiang penegak agama kita, prosesi persiapannya melalui wudhu yang sarat khasiat dan manfaat, sampai kepada semua bacaan dan gerakan di dalamnya yang bertabur kebaikan di dunia juga kebaikan di akhirat. Mi'raj-nya Rasulullah ke Sidratul Muntaha merupakan simbol dari mi'rajnya setiap pelaku shalat yang sukses melaksanakan shalat-nya dengan khusyu sehingga terbuka tabir antara Allah dengannya. Dan subhanallah, beruntunglah kita yang diberi kesempatan tanpa batas oleh Allah untuk mencoba ber-mi'raj kepadaNya dalam setiap hari yang kita lewati.

B.     Manfaat shalat ditinjau secara medis dan kesehatan

1.       Manfaat Wudhu:
a.      Menghilangkan bakteri dan kuman yang menempel di kulit.
b.      Menjaga kebersihan mata.
c.       Berkumur akan membuang bakteri yang berkumpul di dalam mulut, dan bersiwak akan lebih memperbaiki kesehatan mulut.
d.      Istinsyaq berguna untuk membersihkan bagian dalam hidung, mencerahkan warna dinding dalam hidung, menguatkan dan membersihkan rambut dalam hidung sehingga dapat berfungsi secara maksimal, mengurangi bakteri di pangkal hidung, mencegah penularan berbagai penyakit seperti sakit tenggorokan, flu, radang paru-paru, TBC, dan  penyakit ISPA, serta membantu kelancaran penyaringan udara sehat yang masuk ke dalam paru-paru.
e.       Membasuh wajah sambil memijat wajah dengan lembut dapat melancarkan peredaran darah di wajah.
f.       Mencuci tangan dan siku dapat mengatasi pembengkakan di daerah tangan dan bahu, juga menyegarkan fisik yang lelah.
g.      Mengusap kepala berguna untuk menurunkan suhu badan, menurunkan stress pada bagian kepala, menurunkan resiko tekanan darah tinggi, melancarkan peredaran darah ke otak, dan berefek menentramkan jiwa.
h.      Membasuh telinga berefek menenangkan, memijat titik-titik akupuntur sehingga melancarkan peredaran darah ke organ-organ tubuh, menurunkan emosi, enghasilkan rasa lebih sensitive terhadap getaran suara.
i.        Mencuci kaki berguna untuk melancarkan aliran darah, menguatkan kaki, menenangkan, membuat tidur menjadi lebih nyenyak/lebih dalam, sebagai terapi mental.
2.      Manfaat shalat secara umum:
a.       Memperbaiki otot punggung.
b.      Memperbaiki jaringan otot tubuh.
c.       Mengembalikan keseimbangan tubuh pasca bedah tulang.
d.      Menyembuhkan otot/tulang yang terkilir.
e.       Menyehatkan urat nadi dan hati.
f.       Mengurangi resiko tekanan darah tinggi.
g.      Melancarkan saluran pernapasan lewat bacaan shalat.
h.      Memperlancar peredaran darah.
i.        Membuat tulang mampu menyerap lebih banyak kalsium.
j.        Membakar lemak di bagian perut.
k.      Menghindari proses penuaan dini.
3.      Manfaat sujud:
a.       Memperkuat tulang dan otot terutama pada bagian paha, tumit dan kaki.
b.      Mengoptimalkan ketahanan fisik.
c.       Melancarkan peredaran darah.
d.      Mempermudah proses persalinan dan menghindari posisi bayi sungsang pada wanita hamil.
e.       Mencegah kenaikan kadar kolestrol dalam darah.
f.       Memperbaiki fungsi pencernaan.
g.      Sarana latihan pernapasan.
h.      Membersihkan sel darah putih dan sel darah merah.
i.        Menyiapkan diri secara psikologis dalam menghadapi tantagan hidup.
4.      Manfaat shalat subuh pada waktunya:
a.       Mengoptimalikan fungsi urat syaraf.
b.      Menenangkan jiwa.
c.       Menjernihkan pikiran.
d.      Awet muda.
5.      Manfaat Shalat dari Segi Psikologi:
·         Menjernihkan jiwa.
·         Mencapai kesadaran yang lebih tinggi (altered states of consciousness).
·         Mencapai pengalaman puncak (peak experience).
·         Mengurangi kecemasan lewat:
1.      meditasi/doa yang teratur
2.      relaksasi dengan gerakan shalat
3.      hetero/auto sugesti dalam bacaan shalat
4.      group therapy dalam shalat jamaah, atau bahkan dalam shalat sendiri ada saya dan Allah
5.      hydro therapy dengan berwudhu
·         Mengembalikan kesadaran dengan bermi'raj menuju kepada ketinggian Ilahi Rabbi.
·         Melepaskan diri dari pengaruh alam yang lebih rendah.
·         Bertemu Allah.
·         Meringankan ketegangan jiwa.
·         Membuat pelaku shalat mampu meninggalkan pekerjaan yang buruk.
·         Menumbuhkan kedermawanan dan keberanian pada pelakunya.
·         Menumbuhkan sifat saling tolong menolong.
·         Symbol persamaan dan kebersamaan.  
6.      Manfaat Medis Shalat Tahajjud:
Hadits: shalat tahajjud dapat menghapus dosa, mendatangkan ketenangan, dan menghindakan dari penyakit (HR Tirmidzi).
a.      Ketenangan akan:
  1. Meningkatkan ketahanan tubuh (Imunologik).
  2. Mengurangi resiko serangan jantung.
  3. Meningkatkan usia harapan
  4. Menghilangkan rasa nyeri pada pasien kanker.
  5. Alternatif anastesis pra-bedah.
b.      Manfaat medis lain tahajjud:
  1. Menjadikan wajah cemerlang dan bersinar.
  2. Mengobati sakit pada tubuh.
  3. Melancarkan peredaran darah , terutama pada syaraf otak dan punggung.
  4. Sujud di shalat tahajjud membuat sel-sel darah dalam otak menjadi bersih dan segar.
  5. Shalat tahajjud yang disertai niat ikhlas, khusyu, tepat waktu dan terus menerus akan menghindarkan stress, memperbaiki system imun, dan menghindarkan dari infeksi dan kanker, sedangkan shalat tahajjud yang tidak disertai niat yang iklas, tidak khuyu, tidak tepat waktu dan tidak terus menerus dapat menimbulkan stress, menimbulkan rasa sakir dan penyakit, memperburuk system imun, dan rentan terkena infeksi dan kanker.
c.       Manfaat shalat tahajjud dalam rangka pemeliharaan homeostatis:
  1. Terkabulnya doa
  2. Terjawabnya permintaan
  3. Diampuninya dosa
  4. Menyambung komunikasi dengan Allah
Bukan tanpa maksud Allah menempatkan shalat dengan segala hal yang berhubungan dengannya sampai Dia menerbangkan rasul ke keluasan tanpa batas di sidratul muntaha. Karena, cukuplah pertemuan dengan Allah yang maha kasih yang akan menggenapkan kita dari segala butuh, di dunia dan akhirat.
C.    Hikmah Shalat Berjama’ah
Shalat merupakan ibadah yang penting dan utama bagi umat Islam.
Begitu pentingnya shalat sehingga untuk memberikan perintah shalat Allah berkenan memanggil sendiri Rasulullah SAW untuk menghadap-Nya secara langsung.
Shalat merupakan benteng hidup kita agar jangan sampai terjerumus ke dalam perbuatan keji dan munkar. Hal ini tampak jelas dalam firman  Allah SWT :
"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang orang yang khusu’ dalam sembahyangnya" ( Al Mu’min 1 – 2 )
Pada hakikatnya ketika shalat berjama’ah dilakukan, ada yang namanya leadership (imam), dan seorang imam harus diterima dan disukai oleh ma’mumnya. Untuk menjadi imam atau pemimpin adalah credible atau amanah. Seorang imam harus orag yang terpercaya. Seorang imam adalah capable atau memiliki kemampuan yang mumpuni.
1.      Tugas dari Imam
a.       Merapikan barisan
b.      Seorang imam ketika membaca takbir atau tahmid harus jelas terdengar oleh ma’mum
2.      Tugas dari ma’mum
a.       Taat pada Imam
b.      Mengingatkan imam jika berbuat salah
c.       Mengganti imam jika imamnya batal.










BABA II
HIKMAH PUASA

A.                Penjelasan Tentang Puasa
Hikmah puasa yang sedang kita laksanakan sekarang ini terangkum dalam firman Allah SWT: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Dalam ayat ini, Allah SWT tidak berfirman dengan menggunakan redaksi: “Agar kamu sekalian menderita”, atau “sehat”, atau “bersahaja (hemat)”. Akan tetapi Allah SWT berfirman dengan menggunakan redaksi, agar kamu sekalian bertakwa. Dengan demikian, ayat tersebut dapat kita pahami bahwa Allah SWT menjadikan puasa sebagai ujian ruhani (spiritual) dan moral, dan sebagai media (sarana) untuk mencapai sifat dan derajat orang-orang yang bertakwa. Allah SWT menjadikan pula takwa sebagai tujuan utama dari pengalaman ibadah puasa tersebut.
Ibnu Mas’ud ra. merumuskan sebuah kaidah dalam memahami ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan, Hai orang-orang yang beriman, “Jika kalian mendengar atau membaca ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan, hai orang-orang yang beriman, maka perhatikanlah dengan saksama, karena setelah seruan itu tidak lain adalah sebuah kebaikan yang Allah perintahkan, atau sebuah keburukan yang Allah larang.” 
Al-Ghazali pun telah menguraikan hikmah puasa ini dalam kitab monumentalnya, Ihya 'Ulum Ad-Din. Ia berkata: “Tujuan puasa adalah agar kita berakhlak dengan akhlak Allah SWT, dan meneladani perilaku malaikat dalam hal menahan diri dari hawa nafsu, sesungguhnya malaikat bersih dari hawa nafsu. Manusia adalah makhluk yang memiliki kedudukan (derajat) di atas binatang karena dengan cahaya akal pikirannya ia mampu mengalahkan hawa nafsunya, dan di bawah derajat malaikat karena manusia diliputi hawa nafsu. Manusia diuji dengan melakukan mujahadah terhadap hawa nafsunya. Jika ia terbuai oleh hawa nafsunya, ia jatuh ke dalam derajat yang paling rendah, masuk dalam perilaku binatang. Dan Jika ia dapat menundukkan (mengekang) hawa nafsunya, ia naik ke derajat yang paling tinggi dan masuk dalam tingkatan malaikat.”
Ibnu Al-Qayim menambahkan hikmah puasa ini dengan menjelaskan secara terperinci: “Tujuan puasa adalah mengekang diri dari hawa nafsu dan menundukkannya, mendapatkan kesenangan dan kenikmatan hakiki serta kehidupan yang suci dan abadi, turut merasakan lapar dan dahaga yang teramat sangat agar peka terhadap rasa lapar kaum fakir miskin, mempersempit jalan setan dengan mempersempit jalur makan dan minum, mengontrol kekuatan tubuh yang begitu liar karena pengaruh tabiat sehingga membahayakan kehidupan dunia dan akhirat, menenangkan masing-masing organ dan setiap kekuatan dari keliarannya, dan menali-kendalinya. Sebab puasa merupakan tali kendali dan perisai bagi orang-orang yang bertakwa serta training (penggemblengan) diri bagi orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.”
Selanjutnya, Ibnu Al-Qayim menambahkan penjelasannya tentang rahasia dan tujuan puasa dengan gaya bahasanya yang khas: “Puasa memiliki pengaruh dan potensi kekuatan yang luar biasa dalam memelihara anggota badan dari memakan barang yang merusak kesehatan. Puasa memelihara kesehatan jiwa dan raga, dan mengembalikan kepadanya apa yang telah dirampas oleh kekuatan hawa nafsunya. Puasa adalah media yang paling baik untuk membantu mencapai derajat takwa.”
B.                 Hikmah Puasa
Syaikh Ahmad Musthafa Al-Maraghi dalam tafsir Al-Maraghi mengatakan, ada beberapa sisi puasa yang dapat mengantarkan manusia meraih gelar muttaqin. 
Pertama, puasa membiasakan seseorang takut kepada Allah SWT, karena orang yang sedang berpuasa tidak ada yang mengontrol dan melihat kecuali Allah SWT.
Kedua, puasa mampu menghancurkan tajamnya syahwat dan mengendalikan nafsu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Wahai para pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya nikah itu bisa menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa sesungguhnya dapat mengendalikan syahwat.
Ketiga, puasa membiasakan seseorang berkasih sayang. Membiasakan untuk selalu berkurban dan bersedekah. Di saat ia melihat orang lain serbakekurangan, tersentuhlah hatinya untuk berbagi kepadanya.
Keempat, puasa membiasakan keteraturan hidup, yaitu orang yang berpuasa akan berbuka pada waktu yang sama, dan tidak ada yang lebih dulu karena kehormatan, harta, atau jabatan, misalnya.
Kelima, adanya persamaan antara yang miskin dan kaya, antara penguasa dan biasa, tidak ada perbedaan dalam melaksanakan kewajiban agama.
Keenam, puasa dapat menghancurkan sisa-sisa makanan yang mengendap dalam tubuh, terutama pada orang yang mempunyai kebiasaan makan dan sedikit kegiatan.
Ketujuh, puasa dapat membersihkan jiwa, karena puasa hakikatnya memutus dominasi syahwat. Syahwat bisa kuat dengan makan dan minum, dan setan selalu datang melalui pintu-pintu syahwat. Dengan berpuasa, syahwat dapat dipersempit geraknya.
Kedelapan, puasa membentuk manusia baru, Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa berpuasa dengan niat mencari pahala dari Allah SWT, maka ia keluar dari bulan Ramadhan sebagaimana  bayi yang baru lahir.

C.                Hikmah Puasa Bagi Kesehatan
Memasuki ibadah puasa ini muncul berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan kesehatan seperti; Bagaimana bagi yang mempunyai badan yang lemah. ? Bagaimana pula dengan yang mempunyai sakit maag, diabetes, jantung, dan penyakit berat lainnya? Kemudian apakah benar jikalau berbuka harus dengan makanan yang manis-manis?
Ternyata berpuasa sangat dianjurkan baik untuk menjaga kesehatan dan bahkan juga untuk terapi penyembuhan. Puasa juga sudah diakui menjadi penyembuh terhebat dalam enanggulangi penyakit.
Pengaruh mekanisme puasa terhadap kesehatan jasmani meliputi berbagai aspek kesehatan, diantaranya yaitu :
1. Memberikan kesempatan istirahat kepada alat pencernaan. Pada hari-hari ketika tidak sedang berpuasa, alat pencernaan di dalam tubuh bekerja keras, oleh karena itu Dengan puasa,oxigenisasi tak berkutat di perut tapi kepala. Karena oxigenisasi banyak di perut.
2. Membersihkan tubuh dari racun dan kotoran (detoksifikasi). Saat berpuasa, tubuh di detoks (membersihkan tubuh dari racun dan kotoran). Saat puasa seluruh cadangan makanan yang ada di tubuh dibakar.
 3. Menambah jumlah sel darah putih. Sel darah putih berfungsi untuk menangkal serangan penyakit sehingga dengan penambahan sel darah putih secara otomatis dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
4. Menyeimbangkan kadar asam dan basa dalam tubuh
5. Memperbaiki fungsi hormone
6. Meremajakan sel-sel tubuh. Hati, lambung dan organ vital istirahat pada saat puasa sehingga terjadi regenerasi dari organ dalam dan sel-sel memiliki kesempatan memperbaiki diri (peremajaan sel).
7. Meningkatkan fungsi organ tubuh
8. Menyeimbangkan saraf simpatis dan parasimpatis.

9. Mengurangi risiko stroke. Puasa dapat memperbaiki kolestrol darah yang dapat menyumbat pembuluh darah dalam bentuk atekosklorosis (pengapuran dan pengerasan pembuluh darah).
Berbuka puasa dengan yang manis justru merusak kesehatan?
Dari Anas bin Malik ia berkata : "Adalah Rasulullah berbuka dengan Rutab(kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab, maka beliau berbuka dengan Tamr (kurma kering),maka jika tidak ada kurma kering beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud).Rasulullah berbuka dengan kurma. Kalau tidak mendapat kurma, beliau berbuka puasa dengan air. Samakah kurma dengan 'yang manis-manis'? Tidak. Kurma, adalah karbohidrat kompleks (complex carbohydrate), Sebaliknya, gula yang terdapat dalam makanan atau minuman yang manis-manis yang biasa kita konsumsi sebagai makanan berbuka puasa, adalah karbohidrat sederhana (simple carbohydrate). Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis.
Kurma segar merupakan buah yang bernutrisi sangat tinggi tapi berkalori rendah sehingga tidak menggemukkan.
 Karbohidrat kompleks membutuhkan waktu untuk diubah tubuh menjadi energi. Dengan demikian, makanan diproses pelan-pelan dan tenaga diperoleh sedikit demi sedikit sehingga kita tidak cepat lapar dan energi tersedia dalam waktu lama. Sebaliknya,karbohidrat sederhana menyediakan energi sangat cepat, tapi akan cepat sekali habis sehingga kita mudah lemas.Maka, ketika makan sahur, jangan makan yang banyak mengandung gula, karena kita akan cepat lemas.
Seseorang yang kekurangan zat gizi tertentu sama bahayanya dengan
mereka yang kelebihan gizi tertentu. Makan yang seimbang baik dalam porsi maupun gizi akan mempengaruhi susunan saraf pusat dan kondisi biokimia tubuh. Makan yang seimbang adalah makan yang tidak kekurangan tetapi juga tidak berlebihan, yang disesuaikan dengan usia, kualitas dan kuantitas gerak serta kondisi tubuh.




BAB III
HIKMAH ZAKAT

A.     Definisi Zakat
I. Menurut Bahasa (lughoh)
Dari asal kata “zakkaa – yuzakkii – tazkiyatan – zakaatan” yang berarti :
1. Thoharoh (membersihkan/mensucikan). Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah:103)
2. Namaa’ (tumbuh /berkembang). Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Allah memusnahkan ribaa’ dan menyuburkan sedekah” (Al-Baqarah:276).
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari hadits Abu Rabsyah Al-An Maary. “Harta tidak akan berkurang dengan dishodaqohkan”
(HR. Tirmidzi, kitab Az Zuhd jilid 4 hal. 487 no. 2325, kata Imam Tirmidzi “Hadits ini hasan shohih”)
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani : “Tanaman itu telah Zakka, yakni berkembang & tumbuh” (Fathul Baari, kitab zakat jilid 3 hal. 262)
3. Al-Barokah. Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya” (Saba’ : 39)
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurairoh radhiallohu anhu : Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi: “Hai anak Adam berinfaklah niscaya Aku akan berinfak untukmu”. (HR. Bukhori, Kitab Tafsir surat Hud 8 : 352 (4684); Muslim, Kitab Zakat 7:81 no. 2305)
4.   Al-Madh (Pujian) Dalam hadits Abu Hurairoh tentang kisah Zainab Ummul Mukminin : ” . . . Bahwa Zainab namanya adalah Barroh maka dikatakan ‘Dia memuji dirinya’ maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamainya Zainab.” (HR. Muslim, Kitab Al Azab Juz 14, hal. 346 no. 5572)
5. Amal Sholeh. Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Dan kami menghendaki supaya tuhan mereka mengganti mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu” Imam Al-Farro’ mengatakan: arti ‘yang lebih baik kesuciannya’ adalah yang lebih baik amal sholehnya. (lihat An Nihayah karya Ibnu Al Atsir jilid 2 hal. 307; Lisanul Arab karya Ibnul Mandzur jilid 6 hal 64-65)
II. Menurut Hukum (Istilah syara’)
1. Pendapatnya Al-Hafidz Ibnu Hajar :“Memberikan sebagian dari harta yang sejenis yang sudah sampai nashob selama setahun dan diberikan kepada orang fakir dan semisalnya yang bukan dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib.” (Al-Fath 3:262)
2. Pendapat Ibnu Taimiyah :“Memberikan bagian tertentu dari harta yang berkembang jika sudah sampai nishob untuk keperluan tertentu.” (Mausu’ah Fiqh Ibnu Taimiyah 2 : 876; Fatawa 25:8)
3. Pendapat Syaikh Abdullah Al-Bassaam :“Hak wajib dari harta tertentu, untuk golongan tertentu pada waktu tertentu.” (Taudhihul Ahkam 3:5)
III. Zakat Dalam Bahasa Al-Qur’an
Sedangkan Al-Qur’an Al-Karim telah menyebutkan tentang zakat dengan berbagai ungkapan, terkadang dengan ungkapan zakat, shodaqoh, infaq/nafaqoh dan Al-’afwu.
1. Zakat. Ungkapan ini paling banyak disebutkan bahkan sering digabungkan dengan perintah shalat sampai diulang dalam 82 ayat (lihat Taudih al akham 3:5).
Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku”(Al Baqoroh : 43)
2. Shodaqoh. Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu …”(At Taubah : 103)
3. Infaq/Nafaqoh. Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”
(Al Baqoroh:267)
4. Al-’Afwu. Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: yang lebih dari keperluan”
(Al Baqoroh:219)
B.     Hukum Menunaikan Zakat
Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan termasuk dari pondasi Islam yang agung. Maka hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan. Dasarnya adalah dari Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’.
Firman Allah Ta’ala: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah :5)
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusanNya, menegakkan sholat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadhan.”(lihat Bukhari Kitabul Iman 1:49 (8) dari hadits Ibnu Umar, Muslim, Kitabul Iman 2:130(113).
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Muadz bin Jabbal ra. ke negeri Yaman : “Terangkanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir dari mereka”. (HR. Muslim Kitabul Iman 1:147(121))
Adapun Ijma’, maka kaum muslimin disetiap masa telah ijma’ akan wajibnya zakat. Juga para sahabat telah sepakat untuk memerangi orang-orang yang tidak mau membayarnya dan menghalalkan darah dan harta mereka karena zakat termasuk dari syi’ar Islam yang agung. (Mughni, karya Ibnu Qudamah 4:5)
Syaikh Abdullah Al Bassam menerangkan (Taudihul ahkam:3/12):
Para ulama berselisih kapan diwajibkannya zakat, akan tetapi pendapat yang paling kuat adalah bahwa kewajiban zakat di tetapkan dalam tiga fase:
1. Zakat diwajibkan secara mutlak tidak ada batasan atau rincian akan tetapi hanya perintah untuk memberi, memberi makan dan berbuat baik, ini berlangsung ketika sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah. Allah berfirman: “Pada harta-harta mereka ada hak orang yang meminta dan …”, didalam surat Fushilat Allah mengancam yang tidak mengeluarkan zakat; “Orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat”, dalam surat Al-Mudatsir Allah memasukkan orang-orang yang tidak memberi makan orang miskin sebagai Al-Mujrimin (orang yang berdosa) “… dan Tidak memberi makan orang miskin”. (Al-Mudatsir : 44)
2. Tahun kedua Hijriyah diterangkanlah hukum zakat dengan rinci, diterangkan harta yang wajib dizakati dan kadar nishabnya serta jumlah yang harus dikeluarkan sebagai zakat”.
3. Tahun kesembilan Hijriyah ketika manusia masuk Islam dengan berbondong-bondong dan semakin luas daerah Islam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim petugas-petugas untuk mengambil zakat .

D.     Hikmah Disyariatkannya Zakat
Diantara hikmah disyari’atkannya zakat adalah :
Pertama, sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki. Selain itu, zakat juga bisa dijadikan sebagai neraca, guna menimbang kekuatan iman seorang mukmin serta tingkat kecintaannya yang tulus kepada Rabbul ‘izzati. Sebagai tabiatnya, jiwa manusia senantiasa dihiasi oleh rasa cinta kepada harta, sebagaimana firman Allah,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran[3]:14)
Kedua, menolong, membantu dan membina kaum dhu’afa (orang yang lemah secara ekonomi) maupun mustahiq lainnya ke arah kehidupannya yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memberantas sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang fakir miskin) melihat orang kaya yang berkecukupan hidupnya tidak memedulikan mereka.
Ketiga, Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh ummat Islam, seperti saran ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) muslim.
Keempat, Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat makmur dan saling mencintai (marhammah) di atas prinsip ukhuwah Islamiyyah dan takaful ijtima'i.
Kelima, menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.
Keenam, menghilangkan kebencian, iri, dan dengki dari orang-orang sekitarnya kepada yang hidup berkecukupan, apalagi kaya raya serta hidup dalam kemewahan. Sementara, mereka tidak memiliki apa-apa, sedang tidak ada uluran tangan dari orang kaya kepadanya.
Ketujuh, dapat menyucikan diri dari dosa, memurnikan jiwa (tazkiyatun nafs), menumbuhkan akhlak mulia, murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan, dan mengikis sifat bakhil atau kikir serta serakah. Dengan begitu, suasana ketenangan batin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.
Kedelapan, menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta (social distribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.
Kesembilan, zakat adalah ibadah mâliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan merupakan perwujudan solidaritas sosial, rasa kemanusiaan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat batin antara golongan kaya dengan golongan miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.
Kesepuluh, mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, di mana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang aman, tenteram lahir batin. Dalam masyarakat seperti itu tidak akan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya atheisme dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab, dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibatun wa rabbun ghafûr (lingkungan masyarakat yang ideal; berkah; maju, dan dirahmati Allah)
Kesebelas, menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: umatan wahidah (umat yang bersatu), musâwah (umat yang memiliki persamaan derajat dan kewajiban), ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam), dan takâful ijtima’i (sama-sama bertanggung jawab).













BAB IV
HIKMAH HAJI

HIKMAH HAJI
Semua orang Islam tentu menyadari dan meyakini bahwa haji merupakan rukun Islam yang kelima. Ia diwajibkan bagi semua orang Islam yang memiliki kemampuan untuk menunaikan. Kemampuan yang dimaksudkan tidak hanya dalam bentuk materi untuk biaya perjalanan, namun lebih dari itu adalah kemampuan fisik dan mental. Banyak orang yang ingin sekali menunaikan ibadah haji, namun Allah belum berkenan memberinya kemampuan untuk melaksanakannya, baik dalam hal materi maupun kesadaran keimanan.
Dengan kata lain, terlaksananya haji juga merupakan bentuk panggilan Allah. Orang yang mampu namun tak jua berkeinginan untuk berangkat haji, sebenarnya berarti ia belum dipanggil Allah. Pintu hatinya belum terbuka untuk menyadari bahwa pelaksanaan haji adalah salah satu langkah penting untuk meraih kualitas muslim dan mukmin yang lebih baik.
Ibadah haji juga merupakan salah satu bukti betapa sempurnanya ajaran Islam. Dalam ibadah haji, Islam mengajarkan banyak hal.
Pertama, orang Islam diajarkan untuk bekerja keras mencari nafkah sehingga ia menjadi orang yang mampu untuk membiayai perjalanan haji yang memang tidak murah. Hal ini menunjukkan betapa Islam tidak ingin penganutnya menjadi orang-orang yang lemah secara ekonomi sehingga tak jua memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji. Betapapun sulitnya kita secara ekonomi, kita harus memiliki tekad kuat untuk mampu menunaikan ibadah haji dengan bekerja keras serta doa yang tak pernah henti.
Ajaran tentang bekerja keras dan tak berputus asa, hal ini ditunjukkan dalam rangkaian sa’i saat ibadah haji. Betapapun Allah Maha Pemurah dan Penolong, kita harus tetap berusaha dan tidak boleh berpangku tangan. Hal itu sebagaimana Siti Hajar yang berlari-lari dari Shafa ke Marwa untuk mencari mata air guna memberi minum anaknya Ismail, tanpa lupa tetap berdoa kepada Allah. Jika secara ekonomi kita belum juga mampu untuk berangkat haji, namun memiliki tekad kuat untuk melaksanakannya, maka Allah akan memberi kita kemampuan dengan cara yang mungkin tanpa kita duga sama sekali.
Kedua, dengan berhaji, orang Islam diajarkan untuk memiliki fisik dan mental yang kuat dan sehat, karena ibadah haji menuntut kondisi yang kuat dan sehat. Pelaksanaan ibadah haji merupakan rangkaian ibadah yang menguras tenaga dan pikiran. Mereka yang memiliki kondisi fisik dan mental yang lemah, akan sulit menunaikan seluruh rangkaian ibadah haji dengan sempurna.
Ketiga, dalam ibadah haji, orang Islam diajarkan tentang persaudaraan Islam
(ukhuwwah Islamiyah). Dengan beribadah haji, kita menyadari bahwa banyak saudara-saudara kita sesama muslim yang berada di berbagai penjuru dunia. Meski berbeda-beda latar belakang, mereka adalah saudara sesama muslim. Mereka berkumpul bersama di Tanah Suci dalam rangka tujuan yang sama, beribadah haji. Mereka diajarkan untuk saling menghormati, menghargai, menolong terhadap sesama saudaranya yang seagama. Dengan berkumpulnya orang-orang Islam dari seluruh penjuru dunia, Allah juga hendak mengajarkan betapa kuatnya Islam jika kita bersatu padu.
Keempat, orang Islam juga diajarkan tentang kepasrahan dan keikhlasan dalam beribadah. Saat menetapkan hati untuk menunaikan ibadah haji,seseorang hendaknya betul- betul bertujuan untuk ibadah, bukan yang lain. Jika tujuan berhaji adalah tujuan duniawi, kelak Allah akan menunjukkan bahwa ibadah haji hanya akan menjadi sia-sia. Kita sering mendengar, betapa banyak peristiwa aneh yang Allah perlihatkan di Tanah Suci terhadap hamba-hamba- Nya yang kurang ikhlas dan pasrah dalam melaksanakan ibadah haji. Karena itu pula, tujuan berhaji bukanlah untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa seseorang kaya.
Kelima, seusai melaksanakan rangkaian ibadah haji yang menguras fisik dan mental, seseorang dibekali oleh Allah untuk menjadi orang Islam yang lebih baik. Mestinya, saat seseorang pulang dari berhaji, ia pun menjadi lebih perhatian terhadap para tetangganya yang mungkin kesulitan. Ia menjadi lebih khusyuk dan tekun dalam beribadah. Ia menjadi orang yang jauh lebih dermawan daripada sebelumnya. Ia menjadi lebih pasrah dan ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.





























BAB V
HIKMAH THAHARAH

A.    PENGERTIAN THAHARAH
Kata Thaharah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi terambil dari kosa kata yang berarti bersih atau suci, lawan dari haid. Seorang wanita dikatakan suci apabila dia telah selesai haid. Pengertian kata ini tergambar dari firman Allah SWT berikut ini :
Jika kamu junub (berhadas besar), maka bersucilah … (QS. 5:6)
…di dalamnya (surga) ada istri-istri yang suci…(QS. 2:25)
Kesucian itu tidak hanya berarti suci dari haid, tetapi juga suci dari najis dan kotoran batin, seperti kesucian diri dari perbuatan keji dan kesucian dari akhlak yang tercela.
Menurut istilah fiqh, thaharah ialah :
“ Menghilangkan hadas atau najis yang menghalangi ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, atau menghilangkan hukumnya (hadas dan najis) dengan tanah.
Dengan kata lain, thaharah merupakan keadaan yang terjadi sebagai akibat hilangnya hadas atau kotoran”.
B.     HUKUM THAHARAH
Hukum thaharah ialah wajib, karena Allah menyukai orang-orang yang suci atau bersih dari segala hadas dan najis.


C.     FUNGSI THAHARAH
Thaharah merupakan salah satu syarat untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT. Untuk melakukan shalat umpamanya, seseorang terlebih dahulu harus melakukan wudu’ dan membersihkan najis yang melekat di badan. Demikian juga halnya dengan puasa yang tidak bolah dilakukan oleh orang yang dalam keadaan haid dan nifas. Dengan demikian fungsi thaharah adalah sebagai syarat untuk keabsahan suatu ibadah.
D.     TINGKATAN-TINGKATAN THAHARAH
Sebenarnya arti thaharah itu sangat luas, yang bisa kita golongkan sebagai berikut:
1) Membersihkan tubuh dari hadats, najis dan sebagainya.
2) Membersihkan anggota tubuh dari perbuatan dosa.
3) Membersihkan jiwa, jangan sampai menyeleweng atau berakhlak rendah.
4) Kesucian para Nabi, yakni kebersihan hati mereka dari kemusyrikan kepada
Allah SWT.
E.      SARANA THAHARAH
Sarana atau alat untuk thaharah terdiri dari air dan tanah. Air dapat dipergunakan untuk berwudu’ atau mandi, sedangkan tanah dapat digunakan untuk bertayammum, sebagai ganti air dalam berwudu’ atau mandi. Kedua sarana ini digunakan untuk bersuci dari hadas kecil atau hadas besar.


Air sebagai sarana thaharah terbagi kedalam beberapa macam, yakni :
1) Air suci lagi menyucikan disebut air mutlak. Ulama fiqh telah sepakat menetapkan bahwa air jenis ini suci zatnya dan dapat menyucikan hadas atau najis, seperti air hujan, air sumur, air salju, air mata air, air sungai dan air laut.
2) Air suci lagi menyucikan tetapi makruh memakainya. Air jenis ini merupakan sisa dari minuman binatang seperti ayam, kucing atau burung buas seperti elang dan lain-lain sebagainya. Air ini boleh dipakai untuk mengangkatkan hadas, akan tetapi hukumnya makruh, dan malah makruh tanzih bilamana ada air yang lain.
3) Air yang suci lagi menyucikan tetapi diragukan kesucianya, seperti air sisa minuman himar (keledai). Bilamana tidak ada air mutlak, air ini boleh dipakai untuk berwudu’ atau mandi, namun harus disertai dengan tayammum dalam rangka mewujudkan kehati-hatian. Bila berwudu’ terlebih dulu dengan air tersebut kemudian bertayamum, menurut kesepakatan ulama fiqh dibolehkan.
4) Air yang suci tetapi tidak menyucikan, yaitu air yang sudah dipakai untuk mengangkatkan hadas atau bentuk ibadat lainnya seperti memperbaharui wudu’. Air sejenis ini tidak boleh dipakai untuk mengangkatkan hadas, tatapi boleh dipakai untuk menghilangkan najis.
Di samping empat macam air yang disebut diatas ada lagi yang disebut air yang bercampur (al-mukhalatah), para ahli fiqh membagi air jenis ini menjadi dua macam, yaitu air yang bercampur dengan sesuatu yang suci dan air yang bercampur dengan sesuatu yang tidak suci (najis).
1) Air yang bercampur dengan sesuatu yang suci, seperti air mutlak bercampur susu, air buah atau nira dan sebagainya. Bilamana keadaannya berubah secara keseluruhan tidak sah digunakan untuk mengangkatkan hadas. Akan tetapi bila tidak berubah dalam keseluruhan, diperhatikan terlebih dahulu mana yang
lebih dominan. Apabila yang lebih dominan adalah air, maka boleh dipakai untuk menghilangkan hadas,. Bila yang lebih dominan adalah campurannya maka tidak sah dipakai.
2) Air yang bercampur najis. Air ini tidak boleh dipergunakan sama sekali, baik untuk menghilangkan hadas maupun kotoran. Najis-najis yang dapat mencampuri air tersebut ada yang disepakati oleh ulama mengenai kenajisannya dan hukum air yang dicampurinya, dan adapula yang diperbedakan. Adapun yang disepakati ialah :
a) Daging babi dengan seluruh bagian tubuh-tubuhnya.
b) Daging bangkai selain hewan air
c) Darah.
d) Kotoran manusia, karena Nabi SAW memerintahkan beristinja’ bagi orang
yang buang air besar atau kecil.
e) Air seni (baul)
f) Nanah. Nanah dipandang sebagai najis karena ia merupakan darah yang
mengalir.
g) Madzii’; yaitu air putih yang keluar dari kemaluan ketika bercumbu, tetapi tidak dengan syahwat yang tinggi. Madzi dipandang najis karena Nabi menyuruh membasuh bagian tubuh yang dikenainya (HR. Bukhari dan Muslim).
h) Wadi’; yaitu air putih yang keluar mengiringi buang air kecil atau membawa sesuatu yang berat. Wadi’ dipandang sebagai najis karena ia keluar bersama air kencing.
i) Khamar
j) Daging dan air susu hewan yang tidak dimakan.
k) Bagian tubuh yang terpisah dari hewan yang masih hidup.
Adapun najis yang tidak disepakati oleh para ulama tentang kenajisan dan hukum air yang di campurinya ialah :
a) Anjing
b) Bangkai hewan air dan hewan yang tidak mengalir darahnya.
c) Bagian bangkai yang tidak berdarah seperti tanduk dan tulang.
d) Kulit bangkai.
e) Kencing bayi yang belum makan, tetapi masih minum susu ibunya.
f) Kotoran binatang yang dimakan dagingnya, kencing dan sisa makanannya.
g) Mani, baik mani manusia maupun mani hewan.
h) Air bekas luka, bisul atau kudis.
i) Mayat manusia.
j) Air yang mengalir dari mulut orang yang sedang tidur.
F.  ADAB THAHARAH
Kemudian dalam melakukan thaharah, ada sopan santun (adab) yang harus dipatuhi, ialah sebagai berikut :
1) Jangan menghadap ataupun membelakangi kiblat ketika bersuci (beristinja’)
dari buang air besar atau kecil
2) Masuklah ke jamban dengan mendahulukan kaki kiri, dan keluarlah dengan kaki
kanan terlebih dahulu.
3) Jangan berbicara ketika buang air
4) Ucapkan sehabis buang air:
Artinya:
“ Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku penyakit dan menyehatkan aku “.
5) Bersiwaklah. Bahkan ketika wudu’, bersiwak itu sunnah mu’akad.
6) Dahulukan anggota-anggota tubuh bagian kanan ketika membasuh atau mengusap.
7) Hematlah dengan air.
8) Berdo’alah sehabis berwudu’, sebagaimana do’a Rasulullah SAW, dalam sabdaNya:
Artinya:“ Tidak seorang pun diantara kamu sekalian yang berwudu’ dengan sempurna, kemudian membaca:“ Asyhadu …….Dan seterusnya.”(Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba Allah dan utusan-Nya), kecuali pintu-pintu surga yang delapan dibukakan untuknya, ia boleh masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki.
9) Shalatlah dua rakaat sehabis wudu’
10) Sekalah air setelah wudu’ dan mandi.
G.  MACAM – MACAM THAHARAH
Thaharah memiliki macam-macam, yaitu terdiri dari dua macam, antara lainnya adalah sebagai berikut :
1) Bersuci dari hadats, baik dari hadats besar maupun kecil. Jenis thaharah ini adalah khusus yang mengenai tubuh, seperti wudu’, mandi dan tayammum.
Hadas ialah keadaan yang menghalangi thaharah. Hadas terdiri dari dua macam, yaitu hadas kecil dan hadas besar. Hadas kecil adalah suatu keadaan seseorang yang dapat disucikan dengan wudu’ atau tayammum, sebagai ganti dari pada wudu’. Orang yang tidak berwudu’ disebut hadas kecil. Sedangkan hadas besar ialah suatu keadaaan seseorang yang mesti dibersihkan atau disucikan dengan mandi atau tayammum, sebagai ganti dari mandi, seperti orang yang sedang junub dan wanita yang sedang haid. Adapun kotoran adalah najis hakiki seperti darah, tinja dan lain-lain sebagainya.
2) Bersuci dari khubuts (najis), baik yang ada pada tubuh, pakaian maupun tempat, yaitu dengan cara menghilangkan najis tersebut.
Najis secara garis besarnya terbagi kedalam dua macam, yaitu najis hakiki dan najis hukmi. Najis hakiki adalah kotoran yang menghalangi keabsahan shalat tanpa ada keringanan, seperti darah dan kotoran manusia. Sedangkan najis hukmi ialah suatu hal yang dipandang ada pada anggota badan yang secara hukum menghalangi keabsahan shalat. Yang termasuk kedalam najis hukmi ialah hadas kecil yang harus dihilangkan dengan wudu’ dan hadas besar yang harus dihilangkan dengan mandi.
H.  BENDA-BENDA YANG TERMASUK NAJIS
Suatu barang (benda) menurut hukum aslinya ialah suci selama tak ada dalil yang menunjukan bahwa benda itu najis. Benda najis itu banyak diantaranya :
1) Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia.
Adapun bangkai binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidupnya seperti belalang, serta mayat manusia, semuanya suci.
2) Darah.
Segala macam darah itu adalah najis, selain hati dan limpa. Dikecualikan juga darah yang tertinggal didalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah ikan. Kedua macam darah itu suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan.
3) Nanah.
Segala macam nanah pun najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk,
4) Segala macam cairan yang keluar dari dua pintu.
Semua itu najis selain dari mani, baik yang biasa seperti tinja, air kencing ataupun ataupun yang tidak biasa seperti madzi, baik dari hewan yang halal dimakan ataupun yang tidak halal dimakan.
5) Arak; setiap minumam keras yang memabukkan.
6) Anjing dan babi.
7) Bagian badan binatang yang diambil dari tubuhnya selain hidup.
Hukum bagian – bagian badan binatang yang diambil selagi hidup ialah seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang dipotong itu najis, seperti babi. Kalau bangkainya suci, yang dipotong sewaktu hidupnya pun suci pula, seperti yang diambil dari ikan hidup. Dikecualikan bulu hewan yang halal halal dimakan, hukumnya suci.
I.        KAIFIAT (CARA) MENYUCIKAN BENDA YANG KENA NAJIS
Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang terkena najis, terlebih dahulu akan diterangkan bahwa najis terbagi menjadi tiga bagian:
1) Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaknya di basuh tujuh kali, satu kali diantaranya hendaknya dibasuh dengan air yang di campur dengan tanah.
2) Najis mukhaffafah (ringan) , misalnya kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan hendaknya dibasuh sampai air mengalir diatas benda yang terkena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing rang dewasa.
3) Najis mutawassitah (pertengahan), yaitu najis yang lain dari pada kedua macam yang tersebut diatas. Najis pertengahan ini terbagi atas dua macam, yaitu :
a. Najis hukmiah, yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa
dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang kena najis itu.
b. Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, bau dan warnanya.

I. HIKMAH THAHARAH
Adapun hikmah thaharah diantaranya ialah :
1) Agar kita dalam menjalankan ibadah syah hukumnya.
2) Agar badan kita suci dari hadast dan najis.
3) Agar kita bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena Allah SWT sangat menyukai rang-rang yang suci atau bersih dari segala macam hadats dan najis.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar