BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah membuktikan bahwa pemerintahan di Indonesia khususnya di masa pemerintahan rezim Soeharto cenderung bersifat otoriter. Pemerintahan pasca Soeharto yaitu pemerintahan Presiden Habibie yang berkuasa selama ± 1 tahun telah berusaha mengembalikan citra pemerintahan yang demokratis. Sejak Presiden Habibie dilantik dimulailah era reformasi. Pemerintahan Habibie telah berupaya mereformasi kebijaksanaan-kebijaksanaan dan produk-produk perundang-undangan, khususnya dibidang politik dan ekonomi yang selama ini membelenggu dan menyengsarakan rakyat Indonesia akibat dari praktek-praktek KKN dan penyalahgunaan kekuasaan rezim Soeharto.
Sejak dilantik sebagai Presiden, Habibie berusaha mengadakan rekonsiliasi politik antara lain memasukkan semua unsur-unsur kekuatan politik (partai politik) di dalam kabinet pemerintahannya. Juga melepaskan tahanan-tahanan politik (tapol) yang dikerangkeng selama pemerintahan rezim Soeharto. Kami tidak menyangkal, disamping tindakan-tindakan positif pemerintahan Habibie ada juga kelemahan-kelemahannya. Sebagai manusia biasa sosok Habibie tidak luput daripada kekurangan. Hanya Rasul Allah saja yang sempurna dan terlepas dari dosa-dosa. Selain Rasul Allah maka manusia tentu ada kelemahan dan kekurangannya.
Sayangnya usaha Presiden Habibie yang ingin mengantarkan Negara Indonesia yang bebas dari KKN, demokratis dan menegakkan supremasi hukum belum seluruhnya dapat diwujudkan. Dengan sikap legowo Habibie mengundurkan diri dari pencalonannya sebagai Presiden akibat pertanggung-jawabannya yang ditolak oleh MPR. Sifat pribadi Habibie ini betul-betul menunjukkan seorang negarawan yang demokratis dan menghargai serta tunduk kepada lembaga MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Habibie betul-betul menjunjung supremasi hukum di negara ini.
Setelah pasca pemerintahan Habibie reformasi hukum dan penegakan supremasi hukum di Negara Republik Indonesia masih tersendat-sendat, jauh dari yang diharapkan.
BAB II
NEGARA HUKUM
A. Konsep Negara Hukum
1. Konstitusi dan Konstitusionalisme
Di negara demokrasi, pemerintah yang baik adalah pemerintah yang menjamin sepenuhnya kepentingan rakyat serta hak-hak dasar rakyat. Di samping itu, pemerintah dalam menjalankan kekuasaanya perlu dibatasi agar kekuasaan itu tidak disahgunakan, tidak swenang-wenang serta benar-benar untuk kepentingan rakyat. Upaya mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak dasar rakyat serta kekuasaan yang terbatas itu dituangkan dalam suatu aturan bernegara yang umumnya disebut konstitusi (hukum dasar negara).
Gagasan bahwa kekuasaan negara harus dibatasi serta hak-hak dasar rakyat dijamin dalam suatu konstitusi negara dinamakan konstitusionalisme. Oleh karena itu, suatu negara harus memiliki dan berdasar pada suatu konstitusi, apakah ia bersifat naskah (written constitution) atau tidak bersifat naskah (unwritten constitution). Tidak semua negara yang berdsar pada konstitusi memiliki sifat konstitusionalisme.
Jadi dapat disimpulkan bahwa di dalam gagasan konstitusionalisme, isi daripada konstitusi negara bercirikan dua hal pokok, yaitu : a. Konstitusi itu membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang terhadap warganya. b. Konstitusi itu menjamin hak-hak dasar kebebasan warga negar.
2. Pengertian Negara Hukum
Negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraannya kekuasaan pemerintahannya didsarkan atas hukum. Di negara yang berdasar atas hukum maka negara termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdsarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha 2003).
Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme) sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum harus tidak boleh mengabaikan tiga ide dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian (Achmad Ali 2002).
Apabila negara berdsar atas hukum, pemerintahan negara itu juga harus berdasar atas suatu konstitusi atau undang_undang dasar sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan. Konstitusi dalam negara hukum adalah konstitusi yang bercirikan gagasan konstitusionalisme yaitu adanya pembatasan atas kekuasaan dari jaminan hak dasar warga negara. Tanpa adanya konstitusi yang demikian, sulit untuk disebut negara hukum.
3. Negara Hukum Formal dan Negara Hukum Material
Salah satu ciri penting dalam negara yang menganut konstitusionalisme yang hidup pada abad ke-19 adalah sifat pemerintahannya pasif, artinya pemerintah hanya sebagai wasit atau pelaksana dari berbagai keinginan rakyat yang dirumuskan para wakilnya di parlemen. Di sini peranan negara lebih kecil daripada peranan rakyat karena pemerintah hanya menjadi pelaksana (tunduk pada) keinginan-keinginan rakyat yang diperjuangkan secara liberal untuk menjadi keputusan parlemen.
Negara dalam pandangan ini adalah negara yang memiliki ruang gerak sempit. Negara mengurusi hal-hal sedikit sedangkan yang banyak terutama dalam kepentingan ekonomi diserahkan pada warga secara liberal. Negara hanya mempunyai tugas pasif, yaitu baru bertindak apabila hak-hak warga negara dilanggar atau ketertiban keaman umum terancam. Konsepsi negara demikian adalah negara hukum dalam arti sempit atau disebut negara hukum formil, negara hukum klasik. Negara dalam pandangan ini hanya dianggap sebagai negara Penjaga Malam (Nachtwachterstaat).
Jadi, negara hukum formil adalah negara hukum dalam ari sempit yaitu negara yang membatasi ruang geraknya dan bersifat pasif terhadap kepentingan rakyat negara. Negara hukum formil dikecam banyak pihak karena mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang amat mencolok terutama setelah perang dunia kedua.
Gagasan bahwa pemerintah dilarang ikut campur tangan dalam urusan warga baik dalam bidang ekonomi dan sosial lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan kaarenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial (Miriam Budiardjo 1977).
Gagasan baru ini disebut dengan welfare State atau negara kesejahteraan. Sebagai konsep hukum, negara yang muncul adalah negara hukum material atau negara hukum dalam arti luas. Dalam negara hukum material atau dapat disebut negara hukum modern, pemerintah diberi tugas membangun kesejahteraan umum di berbagai lapangan kehidupan. Untuk itu diberi kewenangan atau kemerdekaan untuk turut campur dalam urusan warga negara.
Jadi negara hukum materiil atau dapat disebut welfare state adalah negara yang pemerintahnya memilki keleluasaan untuk turut campur tangan dalam urusan warga negara dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Negara bersifat aktif dan mandiri dalam upaya membngun kesejahteraan rakyat.
B. Ciri-Ciri Negara Hukum
Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri Rechtsstaat sebagai berikut :
a. Hak asasi manusia
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa dikenal Trias Politika
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Adapun AV Dicey dari kalangan ahli hukum Anglo Saxon memberi ciri-ciri Rule of Law sebagai berikut :
a. Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama di dalam hukum baik rakyat biasa maupun bagi pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.
Ciri-ciri Recchtsstaat atau Rule of Law di atas masih dipengaruhi oleh konsep negara hukum formil atau negara hukum dalam arti sempit. Dari pencirian di atas terlihat bahwa peranan pemerintah hanya sedeikit, karena ada dalil bahwa “pemerintah yang sedikit adalah perintah yang baik”.
Dengan munculnya konsep negara hukum materiil pada abad ke – 20 maka perumusan ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Stahl dan Dicey di atas kemudian ditinjau lagi sehingga dapat menggambarkan pereluasan tugas pemerintahan yang tidak boleh lagi bersifat pasif.
Sebuah komisipara juris yang tergabung dalam Internasional Commision of Jurus pada konferensinya di Bangkok tahun 1965 merumuskan ciri-ciri pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of Law yang dinamis. Ciri-ciri tersebut adalah :
a. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain daripada menjamin hak-hak individu aharus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin
b. Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak
c. Kebebasan untuk menyatakan pendapat
d. Pemilihan umum yang bebas
e. Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi
f. Pendidikan civics (kewarganegaraan).
Di samping perumusan ciri-ciri negara hukum di atas, ada pula berbagai pendapat mengenai ciri-ciri negara hukum menurut para ahli. Menurut Monteusquieu, negara yang paling baik adalah negara hukum, sebab di dalam konstitusi di banyak negara terkandung tiga inti pokok, yaitu :
a. Perlindungan HAM
b. Ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara
c. Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ negara.
Prof. Sudargo Gautama mengemukakan ada tiga ciri-ciri atau unsur dari negara hukum, yaitu :
a. Terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan, maksudnya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara dibatasi oleh hukum, individual mempunyai hak terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa.
b. Asas legalitas. Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya.
c. Pemisahan kekuasaan. Agar hak-hak asasi itu betul-betul terlindungi, diadakan pemisahan kekuasaan yaitu badan yang membuat peraturan perundang-undangan, melaksanakan dan badan yang mengadili harus terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan.
Frans Magnis Suseno (1997) mengemukakan adanya lima ciri negara hukum sebagai salah satu ciri hakiki negara demokrasi, yaitu :
a. Fungsi kenegaraan dijalankan oleh lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketetapan sebuah undang-undang dasar.
b. Undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia yang paling penting.
c. Badan-badan negara menjalankan kekuasaan masing-masing selalu dan hanya taat pada dsar hukum berlaku
d. Terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara.
e. Badan kehakiman bebas dan tidak memihak.
Mustafa Kamal Pasha (2003) menyatakan adanya tiga ciri khas negara hukum, yaitu :
a. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
b. Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain dan tidak memihak
c. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya
C. Indonesia adalah Negara Hukum
1. Landasan Yuridis Negara Hukum Indonesia
Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum sekarang ini tertuang dengan jelas pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Perubahan Ketiga, yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Sebelumnya, landasan negara hukum Indonesia kita temukan dalam bagian Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu :
Ø Indonesia ialah negara yang berdsar atas hukum (Rechtsstaat). Negara Indonesia berdsar atas hukum, tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
Ø Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan perumusan di atas, negara Indonesia memakai istilah Rechtsstaat yang kemungkinan dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk dalam wilayah Eropa Kontinental. Pemerintahan negara Indinesia adalah :
a. Negara berdasar atas hukum, bukan berdsar atas kekuasaan belaka
b. Pemerintah negara berdsar atas suatu konstitusi dengan kekuasaan pemerintahan terbatas, tidak absolut.
Dasar lain yang dapat dijadikan landsan bahwa Indonesia adalah negara hukum dalam arti materiil terdapat dalam bagian pasal-pasal UUD 1945, sebagai berikut
a. Pada bab XIV tentang perekonomian negara dan kesejahteraan sosial. Pasal 33 dan 34 UUD 1945, yang menegaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
b. Pada bagian penjelasan umum tentang pokok-pokok pikiran dalam pembukaan juga dinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian jelas bahwa secara konstitusional, negara Indonesia adalah negara hukum materiil atau negara kesejahteraan (wefare state). Dalam negara hukum Indonesia yang dinamis dan luas ini para penyelenggara negara dituntut untuk berperan luas demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
2. Perwujudan Negara Hukum di Indonesia
Operasionalisasi dari konsep negara hukum Indonesia dituangkan dalam konstitusi negara, yaitu UUD 1945. UUD 1945 merupakan hukum dasar negara yang menempati posisi sebagai hukum negara tertinggi dalam tertib hukum (legal order) Indonesia. Di bawah UUD 1945 terdapat berbagai aturan hukum peraturan perundang-undangan yang bersumber dan berdasarkan pada UUD 1945.
Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai berikut.
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR RI
3. Undang-Undang
4. Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah :
a. Keputusan Presiden
b. Peraturan Daerah
Negara hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip, sebagai berikut :
1. Norma hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar nasional dan adanya hierarki jenjang norma hukum (stufenbouwtheori – nya Hans Kelsen)
2. Sistemnya yaitu sistem konstitusi
3. Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi
4. Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (pasal 27 (1) UUD 1945)
5. Adanya organ pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR)
6. Sistem pemerintahannya adalah presidensiil
7. Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif)
8. Hukum bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdsarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
9. Adanya jamin akan hak asasi dan kewajiban dasar manusia (pasal 28 A-J UUD 1945).
D. Politik Hukum Indonesia
Politik hukum Indonesia yang dimaksudkan di sini adalah kebijakan nasional mengenai hukum dan pembangunan hukum Indonesia. Kebijakan penyelenggaraan bernegara pada masa lalu dituangkan dalam naskah GBHN sebagai haluan negara dalam penyelenggaraan bernegara dan pembangunan nasional.
Pada masa sekarang sehubungan dengan MPR tidak lagi berwenang menetapkan GBHN maka haluan negara tentang penyelenggaraan bernegara menjadi tugas dan tanggung jawab presiden pilhan rakyat untuk merumuskannya dalam suatu rencana pembangunan.
1. Sasaran Politik Hukum Nasional
Untuk mendukung pembenahan sistem dan politik hukum, sasaran yang akan dilakukan dalam tahun 2004-2009 adalah terciptanya sistem hukum nasional yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif, terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi, kelembagaan peradilan dan penegak hukum yang berwibawa, bersih, protensional dalam upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum masyarakat secara keseluruhan.
2. Arah Kebijakan Hukum Nasional
Pembenahan sistem politik dan hukum dalam lima tahun mendatang diarahkan pada kebijakan untuk memperbaiki subtansi (materi) hukum, struktur hukum, dan kultur hukum melalui upaya :
a. Menata kembali subtansi hukum melelui peninjauan dan penataan perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan hierarki perundang-undangan, dan menghormati serta memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukm dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional.
b. Melakukan pembenahan struktur hukum melalui penguatan kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan serta kualitas sistem peradilan yang terbuka dan transparan, menyederhanakan sistem peradilan, meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh masyarakat dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil dan memihak pada kebenaran, memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprusensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional
c. Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi kepala negara dan jajarannya dalam mematuhi dan menaati hukum serta penegakan supremasi hukum.
3. Program Pembangunan Hukum Nasional
Langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mendukung pembenahan sistem dan politik hukum dijabarkan ke dalam program-program pembangunan sebagai berikut.
a. Program perencanaan hukum
b. Program pembentukan hukum
c. Program peningkatan kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegakan hukum lainnya
d. Program peningkatan kualitas profesi hukum
e. Program peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia
E. Hubungan Negara Hukum dengan Demokrasi
Hubungan antara negara hukum dengan demokrasi dapat dinyatakan bahwa nwgara demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Namun negara hukum belum tentu nehara demokrasi. Negara hukum hanyalah satu dari ciri-ciri negara demokrasi. Franz Magnis Suseno (1997) menyatakan adanya lima gugus ciri hakiki dari negara demokrasi. Kelima ciri negara demokrasi tersebut adalah
1. Negara hukum
2. Pemerintah di bawah kontrol nyata masyarakat
3. Pemilihan umum yang bebas
4. Prinsip mayoritas
5. Adanya jaminan terhadap hak-hak demorasi
Demorasi baik sebagai bentuk pemerintahan maupun suatu sistem politik berjalan di atas dan tunduk pada koridor hukumyang di sepakati bersama sebagai aturan main demokrasi. Adapun demokrasi sebagai sikap hidup ditunjukkan dengan adanya perilaku yang taat pada aturan main yang telah disepakati bersama pula. Aturan main itu umumnya dituangkan dalam bentuk norma hukum. Dengan demikian di negara demokrasi, hukum menjadi sangat dibutuhkan sebagai aturan dan prosedur demokrasi. Tanpa aturan hukum, kebebasan dan kompetisi sebagai ciri demokrasi akan liar tidak terkendalikan. Jadi, negara demokrasi sangat membutuhkan hukum.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Negara hukum merupakan terjemahan dari konsep Rechtsstaat atau Rule of Law yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa abad ke – 19 dan ke – 20. Oleh karena itu, negara demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Ciri negara hukum antara lain : adanya supremasi hukum, jaminan hak asasi manusia, dan legalitas hukum. Di negara hukum, peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada undang-undang dasar (konstitusi) merupakan satu kesatuan sistem hukum sebagai landasan bagi setiap penyelenggaraan kekuasaan.
Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini tertuang secara jelas dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Perubahan Ketiga yang berbunyi “negara Indonesia adalah negara hukum”. Artinya, bahwa NKRI adalah negara yang berdasar atas hukum, tidak berdasar atas kekuasaan, dan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi(hukum dasar), bukan absolutisme (kekuasaan yang tak terbatas). Sebagai konsekuensi dari Pasal 1 ayat 3 Amandemen ketiga UUD 1945, tiga prinsip dasar wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum, dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum.
Perwujudan hukum tersebut terdapat dalam Uud 1845 serta peraturan perundang-undangan di bawahnya. Negara bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta turut mamajukan kesejahteraan umum dan kecerdasan rakyat. Negara hukum Indonesia menganut hukum materiil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar